Senin, 11 Juni 2012

Manisnya Iman


Tiga Perkara Untuk Merasakan Manisnya Iman
Oleh : Sudaryadie Hr
حدَّثنَامحمدُ بنُ المُثَنى قال حدَّثنا عَبْدُ الوهابِ الثَّقَفِىُّ قال حدَّثَنَا أَيوبُ عنْ أَبى قِلابة عَنْ أنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ

Bercerita kepada kami Muhammad bin Mutsanna berkata, Bercerita kepada kami Abdul Wahab Ats Tsaqofi berkata, Bercerita kepada kami Ayub dari Abi Qilabah dari Anas, dari Nabi SAW beliau bersabda: "Tiga hal, barangsiapa memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman. (yaitu) menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya, mencintai seseorang semata-mata karena Allah, dan benci kembali kepada kekufuran sebagaimana bencinya ia jika dilempar ke dalam api neraka." (HR. Bukhori hadits ke-16 Kitabul Iman).
Makna yang terkandung di dalam hadits tersebut adalah tentang tiga perkara yang barangsiapa mampu memilikinya atau meraihnya maka ia akan dapat merasakan حَلاَوَةَ الإِيمَان (manisnya iman). Disebutkan para perowinya antara lain,  Muhammad bin Mutsanna yang merupakan (tsiqoh tsabit), kemudian Abdul Wahab Ats tsaqofi, Ayyub atau Ibnu abi Tamimah, Abu Qilabah atau Abdullah ibnu zaid ibnu Amr Al Bashry yang kesemuanya adalah (tsiqoh), kemudian Anas ibnu Malik dan sampai kepada Rasulullah SAW. Apabila dilihat dari perowinya yang merupakan tsiqoh maka tak diragukan lagi Hadits ini derajatnya Shohih. Ini adalah Hadits ke-16 dari kitab Shahih Bukhori karangan Imam Al bukhori bab ke-8 tentang حب الرسول صلى الله عليه وسلم من الايمان  dalam Kitab Al Iman. 
قَالَ ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ
Lafadz hadits ini (حَلاَوَةَ الإِيمَانِ) mengunakan perumpamaan dalam bahasa Balaghoh di sebut Isti’aroh atau majas (kiasan) bahwa merasakan tenang, tentram dan sempurnanya keimanan seperti halnya merasakan manisnya Iman. 
Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari, ini mengindikasikan bahwa tidak semua orang bisa merasakannya. Sebagaimana manisnya madu hanya akan dirasakan oleh orang yang sehat, sedangkan orang yang sakit kuning tidak mampu merasakan manisnya. Demikian pula manisnya iman. Ia hanya didapatkan oleh orang-orang yang imannya "sehat". Diantaranya adalah yang memenuhi kriteria yang disebutkan dalam penggalan hadits berikutnya. 
Hal ini juga mengingatkan kita pada perumpamaan sebuah pohon, ketika pohon itu kuat akarnya teguh cabangnya menjulang tinggi maka akan keluar dari dalamnya buah yang manis dan bisa dirasakan setiap orang yang beriman hal ini di sebutkan oleh Allah SWT 

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ * تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. (QS. Ibrahim : 24-25)
أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا
menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya 
Perkara pertama yang harus diadakan dalam diri setiap mukmin untuk dapat merasakan manisnya Iman adalah Mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cinta kepada selain keduanya, Seorang mukmin haruslah menyempurnakan cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya, baru ia mendapati manisnya iman. Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya tidak cukup hanya sekedarnya, tetapi harus melebihi dari yang selainnya, 
Allah SWT berfirman 
قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَاوَتِجَارَةٌتَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَاأَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍفِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُواْحَتَّى يَأْتِيَ اللّهُ بِأَمْرِهِ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

“Katakanlah (wahai Muhammad), “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri (atau suami-suami) dan kaum keluarga kelian, juga harta yang kalian usahakan dan perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya, dan rumah tempat tinggal yang kalian sukai adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah hingga Allah mendatangkan keputusan-Nya (azab)-Nya. Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang fasik (durhaka).” (QS at-Taubah : 24). 
Implementasi dari mencintai Allah dan Rasul-Nya (Mahabbatullah wa mahabbatu rasul) adalah dengan menta’ati perintah Allah (Awamirillah) dan menjauhi maksiat kepada Allah SWT , dan senantiasa (Iltizam) meneladani, membenarkan dan meyakini berita berita yang dibawa oleh Rasulullah SAW serta menjauhi perkara bid’ah dan syubhat-syubhat dien. 
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah, "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Ali Imron : 31)
وَ ما آتاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَ ما نَهاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا 
“Apa yang Rasul perintahkan kepada kalian, terimalah; apa yang dia larang atas kalian, maka tinggalkanlah”. (QS al-Hasyr : 7).
Rasulullah SAW bersabda tentang perkara bid’ah 
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدّ
 Dari ‘Aisyah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda “Siapa yang membuat hal baru dalam ajaran agama kami apa yang bukan bagian darinya, maka perbuatannya itu tertolak.” (Hadits Muttafaq ‘alaih)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar